Singasari, Kerajaan Selayang Pandang
Dewi Prajnaparamita - Arca Perwujudan Ken Dedes
Sumber
sejarah yang tertua yang memberitakan tentang daerah Malang berupa
prasasti yang dikenal dengan prasasti Dinoyo. Prasasti ini berangka
tahun yang berbentuk candrasangkala yang berbunyi: nay ana vasu rasa,
yang berarti tahun saka 682 atau tahun masehi 760. Di dalam prasasti
tersebut dikemukakan tentang silsilah Raja yang memerintah di
Kanjuruhan yaitu Raja Dewa Simha yang kemudian mempunyai putra yang
bernama Liswa yang setelah menggantikan ayahnya bergelar Gajayana.
Kemudian Raja Gajayana memiliki seorang Putri yang bernama Uttejana.
Hasil budaya yang memiliki hubungan dengan Kerajaan Kanjuruhan ini
adalah berupa Candi yaitu Candi Badut. Yang terletak kurang lebih
tiga kilometer di sebelah barat kota Malang.
Dalam
kaitannya dengan upaya penelusuran terhadap unsur-unsur budaya yang
berupa hiasan maupun pola-pola busana maka kiranya sumber yang tertua
ini masih sangat terbatas karenanya kami kemudian berusaha menggali
dari sumber yang lebih kemudian yaitu dari hasil budaya yang berasal
dari zaman Kerajaan Singasari. Sehubungan dengan itu dalam bab ini
akan sedikit dipaparkan tentang kehidupan politik serta perkembangan
budaya pada Kerajaan Singasari.
KEHIDUPAN
PEMERINTAHAN
Kerajaan
Singasari didirikan oleh Ken Arok, yang mulai berkembang dari tahun
1222 sampai tahun 1292 Masehi. Cerita tentang tokoh ini secara
panjang lebar terdapat dalam kitab Pararaton, yang di perkirakan di
tulis pada akhir abad XV. Lebih dari seperdua bagian buku ini
menceritakan tentang Ken Arok, karenanya buku ini juga disebut
katuturan ira Ken Arok (kisah Ken Arok).
Di
dalam Pararaton diceritakan bahwa Ken Arok berasal dari keturunan
Dewa Brahma dengan wanita dari Desa Pangkur, di lereng Gunung Kawi.
Saat muda, ia hidup sebagai anak yang nakal, sebagai penyamun yang
sangat ditakuti, dan sulit untuk menangkapnya. Syukurlah ada seorang
Brahmana yang baik hati yang bernama Loh Gawe yang berhasil
melunakkan hati Ken Arok, mengangkatnya sebagai anak yang kemudian
atas tanggungannya berhasil diterima mengabdi kepada Bupati Tumapel,
Tunggul Ametung.
Terkesan
akan penampilannya maka Tunggul Ametung segera mengangkatnya
menjadi pengawal Istana, sehingga karenanya Ken Arok menjadi
dekat
baik dengan sang Bupati maupun dengan istrinya, Ken Dedes. Dalam
suatu perjalanan dengan kereta Ken Arok melihat sinar yang memancar
dari Ken Dedes. Peristiwa ini membuat Ken Arok jatuh hati kepadanya.
Dengan tipu muslihatnya yang cerdik Ken Arok dalam waktu yang singkat
berhasil membunuh Tunggul Ametung, dan kemudian menggantikan
kedudukan sebagai Bupati di Tumapel serta mempcrsunting Ken Dedes.
Kehendak
hati Ken Arok masih belum puas hanya menduduki jabatan sebagai
Bupati, namun …. terus menginginkan jabatan yang lebih tinggi yaitu
sebagai Raja. Pada saat itu Tumapel adalah merupakan bagian/Kabupaten
dari Kerajaan Kediri, yang di perintah oleh Raja Kertajaya.
Keperkasaan Raja ini membuatnya sombong, yaitu tidak mau menghormati
kaum Brahmana, bahkan mewajibkan para Brahmana untuk menyembahnya
sebagai menyembah Dewa Siwa. Kebijaksanaannya ini menyebabkan kaum
Brahmana marah yang kemudian berpihak kepada tokoh yang sedang
tumbuh yaitu Ken Arok.
Meningkatnya
kekuasaan Ken Arok merupakan tantangan bagi Raja Kertajaya sehingga
pertumpahan darah tak dapat dihindarkan. Dalam pertempuran di desa
Ganter pada tahun 1222 pasukan Kadiri pada di kalahkan, Raja
Kertajaya tewas, sehingga Ken Arok mengambil alih semua kekuasaan.
Dari peristiwa ini maka Ken Arok muncul sebagai satu-satunya pemegang
kekuaasaan di Jawa Timur dan mendirikan Kerajaan Singasari dengan
gelar Sri Ranggah Rajasa sang Amurwabhumi, yang memerintah dari tahun
1222 sampai 1227.
Bagaimanapun
upaya untuk menutup-nutupi peristiwa pembunuhan Tunggul Ametung
akhirnya tercium juga. Putra Tunggul Ametung dengan Ken Dedes yang
bernama Anusapati mengetahui perbuatan ayah tirinya yang kemudian
melampiaskan amarahnya dengan membunuhnya. Ken Arok meninggal
yang kemudian dimakamkan di Kagenengan, sebelah selatan Singasari,
dalam bangunan suci yang bersifat Siwa dan Budha. Kapan meninggalnya
Ken Dedes tak dapat diketahui dengan pasti, namun arca Prajnaparamita
yang cantik dan berasal dari Candi Singasari diperkirakan sebagai
Arca perwujudannya. Arca ini dapat dijadikan sumber untuk
menggali Tata Rias dan Tata Busana Pengantin Malang Keputren.
Anusapati
memerintah selama 21 tahun, yaitu dari tahun 1227 sampai tahun 1248.
Dalam tahun 1248 tersebut karena ia lengah maka berhasil dibunuh oleh
Tohjaya putra Ken Arok dengan Ken Dedes. Anusapati dimakamkan di
Candi Kidal yang terletak di sebelah tenggara Malang.
Ternyata
Tohjaya menduduki tahta dalam waktu yang sangat singkat, yaitu
beberapa bulan saja, karena putra Anusapati yang bernama Ranggawuni
berhasil pula membalas dendam atas ke mati an ayahnya. Dalam
pertempuran itu Tohjaya mengalami luka parah dan melarikan diri
keluar kota, namun karena lukanya sangat parah akhirnya
meninggal di desa Katang Lumbang, yang letaknya sampai sekarang belum
diketahui.
Setelah
dapat mengalahkan Tohjaya maka Ranggawuni naik tahta dengan gelar
Wisnuwardhana. Ia mengendalikan pemerintahan bersama Mahesa Campaka,
putra Mahesa Wong Ateleng. Mahesa Campaka mendapat gelar Ratu Angga
Bhaya, yaitu pejabat yang bertanggung jawab atas keamanan (bahaya).
Dalam pemerintahannya, Singasari terasa aman. Salah satu tindakan
Wisnuwardhana yang bijaksana adalah mengangkat putranya,
Kertanagara, menjadi raja muda (yuwa raja) pata tahun 1254. Jabatan
yuwa raja adalah sebagai Raja Muda, Putra Mahkota yang kelak akan
menggantikan Raja setelah sang Raja wafat. Suatu langkah kaderisasi
yang patut diteladani.
Wisnuwardhana memerintah antara tahun 1248
sampai tahun 1268. Ia merupakan satu-satunya raja Singasari yang
meninggal secara wajar. Abunya ditempatkan di Waleri dalam
perwujudannya sebagai Siwa dan Jajaghu (Candi Jago) sebagai Budha
Amughapasa. Sedangkan Mahesa Campaka tidak lama kemudian menurunkan
Lembu Tal, dan dari Lembu Tal lahirlah Raden Wijaya, yang kemudian
diambil menantu oleh Raja Kertanegara dan menjadi pendiri Kerajaan
Majapahit.
Pada
saat Kertanegara memerintah sebenarnya sudah melakukan pendekatan
yang baik dengan keturunan Raja Kadiri, yaitu mengambil Ardharaja
sebagai menantunya. Namun rasanya Jayakatwang sebagai keturunan Raja
Kadiri belum puas hanya dijadikan besan saja. Karenanya pada suatu
saat memerintahkan putranya, Ardharaja untuk mbalelo dan bersama-sama
menggempur Kertanegara. Singasari dapat dikalahkan dengan cepat.
Hal ini disebabkan karena sebagian pasukan Singasari menunaikan
tugas Pamalayu di Suma- tera. Di samping itu siasat Jayakatwang
dengan pengkhianatan yang dilakukan oleh Ardharaja dapat berjalan
dengan lancar.
Raden
Wijaya sebagai salah satu menantu Kartanegara yang lain tetap setia
terhadap Singasari, yang dengan sisa pasukannya yang kecil melarikan
diri ke arah utara. Dengan menyeberangi kali Porong dan Mas, akhirnya
Raden Wijaya dapat melepaskan diri dari kepungan musuh dan mendapat
bantuan dari lurah desa Kudadu. Dalam pelarian ini prajurit yang
memandu Raden Wijaya, berpakaian kain geringsing yang berwarna merah
karena darah yang keluar dari lukanya. Supaya dapat berjalan dengan
cepat maka kain itu harus diikat ke atas.
Dari sinilah lahir istilah
Gringsing Bang (kain batik gringsing yang berwarna merah) yang
dipakai oleh para prajurit yang berjasa (ksatria), Karenanya busana
Pengantin Malang Keputren adalah dalam bentuk seorang ksatria dengan
kain Gringsing Bang dan keris yang berada/dipakai didepan.
Dengan
runtuhnya Singasari dalam pemerintahan Kertanegara maki sejarah
kerajaan Singasari yang berlangsung tahun 1222 sampai 1292 mengalam
masa kehancuran, yang kemudian disusul dengan peijuangan Raden Wijaya
mendirikan Kerajaan Majapahit.
PERKEMBANGAN
BUDAYA
Dalam
masa kehidupannya yang relatif singkat, yaitu selama 70 tahun
(1222-1292) maka Kerajaan Singasari telah menghasilkan kaiya-karya
budaya yang banyak dan mengagumkan. Karya-karya tersebut berupa candi
maupun Arca-arca yang berada di dalam dan sekitarnya yang apabila
diidentifikasikan atribut-atributnya maka akan dijumpai
karakteristik/ciri-ciri khas seni dari zaman Singasari. Dari sinilah
nanti yang ingin dikembangkan sebagai ciri-ciri khusus Pengantin
Malang Keputren.
Adapun
candi-candi serta arca-arcanya yang berasal dari zaman Singasari yang
akan dijadikan rujukan:
CANDI
KIDAL
Seperti
telah diketahui bahwa candi ini merupakan Dharma dari Raja Anusapati,
dalam arca perwujudan sebagai Siwa. Arca Siwa ini sekarang tidak
berada ditempat, namun disimpan di Museum Royal Tropical Institut di
Amsterdam. Sebagai perwujudan dari Dewa maka patung ini memiliki
empat tangan. Tangan kedewataan yaitu dua tangan dibelakang memegang
camara dan aksamala (Tasbih), sedang dua tangan yang didepak (tangan
manusianya) memegang bunga padma. Di kanan kiri patung tersebut
terdapat bunga padma yang sedang mekar yang keluar dari umbinya.
Di
atas pintu masuk candi terdapat relief kala yang di atasnya terdapat
tumbuhan yang menggambarkan nirwana yang disebut pohon parijata.
Selain itu di Candi Kidal juga terdapat relief Garuda, yang
menggambarkan salah satu adegan dari cerita Garudeya. Cerita ini
memaparkan peijuangan Garuda untuk membebaskan ibunya yaitu sang
Winata dari perbudakan saudaranya yaitu Kadru Dalam upaya tersebut
Garuda berhasil memperoleh amrta (air kehidupan) sebagai penebus
ibunya. Model hiasan kendi di sini dapat dijadikan sumber untuk
peralatan upacara adat.
CANDI
JAJAGHU (JAGO)
Raja
Wisnuwardhana di Dharmakan di Candi Jajaghu dalam perwujudan sebagai
Budha. Candi ini diperkirakan selesai dibangun tahun 1280 yaitu tepat
12 (dua belas) tahun setelah wafatnya. Upacara 12 tahun sesudah
seorang raja wafat disebut upacara Craddha.
Candi
ini mengandung unsur sinkretis antara Hindu dan Budha,
karena rellefoya terdapat
baik cerita dari agama Hindu (Prathayjna, Arjuna
JViwaha,
Kresnayana) maupun cerita dari agama Budha (Kunjarakarna). Dari
penggambaran relief-reliefnya ini didapati keunikan-keunikannya
antara lain terdapatnya tokoh ponokawan yang selalu mendampingi
seorang ksatria, serta bentuk relief yang menyerupai wayang yaitu
penggambaran tokoh dengan badan berbentuk miring yang tiga perempat
wajahnya kelihatan. Dari wajah serta ornamentasi relief-reliefnya
dapat ditelusuri pola
asesori yang dipakainya untuk menunjukkan status dari seorang tokoh.
asesori yang dipakainya untuk menunjukkan status dari seorang tokoh.
Candi Jago
Selain
itu juga terdapat empat arca yang merupakan tokoh dhajani Budha dan
empat tara yaitu Cyamatara, Sudhanakumara, Hayagriva dan Bhrkuti.
Sebagai suatu contoh dapat dikemukakan bahwa pada arca Bhrkuti adalah
memiliki empat tangan. Dua tangan yang didepan (sebagai tangan
manusia) pada tangan yang kiri memegang kamandalu atau kendi. Bentuk
kendinya sangat bagus. Di samping busananya, lipatan kain yang tipis
sangat menakjubkan serta sabuk yang penuh hiasan. Di kanan kiri
patung ini terdapat bunga padma yang sedang mekar yang keluar dari
umbinya.
CANDI
SINGASARI
Candi
ini terletak di Kecamatan Singasari Kabupaten Malang, kurang lebih 12
km arah utara Kota Malang. Raja Kertanagara setelah wafat abunya
diperabukan di dua tempat yaitu di Candi Jawi di dekat Tretes,
Kabupaten Pasuruan dan yang lain di Candi Singasari.
Candi
ini bersifat siwaistis, terlihat dari Dewa dan Dewi keluarga Siwa
yang menghuni bilik-bilik candi yaitu Arca Dewi
Durgamahisasuramardhini, Ganeca, Siwa Mahakala, Siwa Mahaguru
(Agastya). Namun patung-patung ini sekarang tidak ada ditempatnya,
sudah lama diboyong ke museum Leiden di Negeri Belanda, kecuali arca
Siwa Mahaguru. Arca-arca tersebut diambil dari tempatnya tahun 1804
dan di bawa ke Nederland tahun 1819, sebagai koleksi Museum Leiden
untuk menunjukkan kepada pengunjung-pengunjung Eropa betapa indahnya
patung Jawa-Hindu. Arca-arca yang terdapat di kompleks candi ini pun
menunjukkan tanda-tanda khas Singasari yaitu di kanan kiri tokoh/arca
tersebut terdapat hiasan lotus/bunga padma yang sedang mekar yang
keluar dari umbinya.
Candi Singasari
Demikian
pula arca yang indah yang berasal dari salah satu Candi Singasari
(diperkirakan dahulu Candi Singasari terdiri dari beberapa Candi)
yang dikenal dengan patung Prajnaparamita. Patung ini merupakan
lambang kebijaksanaan dari agama Budha, dengan sikap tangan
Dharmacakramudra (memutar roda dunia). Tanda utama yang lain adalah
sebuah buku yang diletakkan di atas 4otus/padma. Seperti
patung-patung lainnya dari periode
Jawa
Timur, patung ini dapat ditafsirkan sebagai patung seorang Raja
Putri, yang dalam kaitan ini dihubungkan dengan tokoh Ken Dedes.
Pitung yang sangat indah ini disimpan di Museum Leiden, namun sejak
periode 90-an telah dikembalikan ke Indonesia dan sekarang menjadi
penghuni Museum Pusat Jakarta. Dari patung ini dapat diketahui betapa
indahnya asesori yang melekat pada tubuhnya.
Dari
pelbagai sumber di atas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa tanda-
tanda khas dari periode Singasari adalah bunga padma yang sedang
mekar yang keluar (berasal) dari umbinya bukan dari Vas seperti dari
periode Majapahit. Karenanya Harpi Melati Kabupaten Malang menjadikan
ciri khas ini yaitu bunga padma (lotus) yang keluar dari umbinya
dengan segala variasinya dijadikan dasar untuk mengembangkan tata
rias dan tata busana Pengantin Malang Kaputren. (Berbagai Sumber)
Post a Comment